Minggu, 09 Desember 2007

Khutbah Jumat

PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP MASYARAKAT


Oleh: Marhadi Muhayar, LC., MA.


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.


يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛


Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT...


Tema kita pada shalat Jumat kali ini merupakan tema yang sangat penting bagi semua orang tua muslim dalam menyikapi pengaruh tekhnologi modern bagi anak-anaknya, yaitu tentang bagaimana caranya mengantisifasi efek negatif dari tekhnologi modern.


Pengaruh ICT (Information and Comunication Technology) atau teknologi informasi dan komunkasi, menempati posisi yang sangat signifikan dan krusial di dalam mereduksi moral dan kepribadian generasi muda kita akhir-akhir ini. Dalam konteks ini, yang saya maksudkan adalah, gabungan antara media klasik seperti media cetak maupun elektronik, dan media baru seperti telepon seluler dan internet, karena kita dan anak-anak kita saat ini hidup di era ICT.


Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat, memaksa kita, para orangtua untuk kembali melihat, cara (kaifiyyat) atau methode yang harus diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Jika sedikit saja kita salah dalam menyampaikan informasi kepada anak-anak kita, walaupun menurut kita, bahwa cara yang kita tempuh sudah benar, tetapi dikarenakan kita tidak mengerti kondisi dan perkembangan tekhnologi saat ini, maka sangat mungkin, apa yang kita sampaikan menjadi tidak efektif, bahkan disalahgunakan oleh anak-anak kita.


Jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan Allah SWT…


Kalau dahulu, tiga puluh tahu yang lalu, termasuk di kota-kota besar seperti Jakarta sekalipun, setelah Maghrib kita sering mendengar anak-anak tadarus Al-Qur'an. Kita pun akrab dengan mereka, mengaji bersama. Bahkan di setiap rumah pasti terdengar, sayup-sayup sampai, suara orang-orang sedang mengaji Al-Qur'an. Tradisi semacam ini bukan hanya di malam Jumat, tetapi hampir di setiap malam. Baik itu di rumah-rumah, di surau-surau, maupun di masjid-masjid yang ada di tengah masyarakat kita. Bukan hanya itu, anak-anak kita pun diajarkan langsung oleh orangtua-orangtua mereka tentang bagaimana cara mereka shalat, cara bersuci, dan tata-krama bersopan-santun. Bagi anak-anak puterinya, diajarkan bagaimana cara mereka menghadapi masa-masa tertentu, cara menghadapi masa menstruasi, cara menyikapi perkembangan alat-alat reproduksi, dan lain sebagainya. Itu semua diajarkan dan dibimbing satu-persatu oleh orangtua-orangtua kita dahulu, yaitu tiga puluh tahun yang lalu.


Produk tiga puluh tahun lalu itu adalah diri kita sekarang ini. Saya, Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Sadara-saudara sekalian yang ada di sini, bahkan masyarakat Indonesia secara umum sekarang ini adalah hasil produk sekitar tiga puluh tahun yang lalu. Produk yang masih menerima terpaan dan gemblengan agama yang masih cukup lumayan dari para orangtua kita. Kita adalah produk yang di zaman itu masih tidak mengenal apa yang namanya telepon seluler, apa yang namanya CD atau VCD, apa yang namanya internet, apa yang namanya tabloid, dan lain sebagainya.


Kalau dahulu para orangtua kita dengan begitu teilitinya, dengan begitu sabarnya, dengan begitu perhatiannya, menggembleng dan mendidik diri kita, sehingga menjadilah kita sekarang ini. Diri kita atau masyarakat Indonesia yang ada sekarang ini adalah hasil produk sekitar tiga puluh atau empat puluh tahun yang lalu. Jika kita lihat, diri kita saja yang dahulunya mendapat gemblengan dan terpaan agama yang cukup kuat, hasilnya masih seperti ini, lalu bagaimana dengan anak-anak kita di zaman sekarang ini?


Untuk lebih meyakinkan saudara, coba saudara cek sekali saja, saudara jalan-jalan sehabis Maghrib di tengah masyarakat yang saudara tinggal di dalamnya? Apa yang saudara dengar dari rumah-rumah penduduk? Dari rumah-rumah tetangga? Bahkan saudara cek di kampung halaman saudara, yang barangkali tidak sebesar kota Jakarta ini? Adakah terdengar suara anak-anak beserta orangtuanya sedang tadarus Al-Qur'an? Jangankan anak-anak kita rajin untuk membacar Al-Qur'an, jangankan putera-puteri kita faham tentang agama, tentang bagaimana menghadapi masa pubertas secara islami, terkadang anak-anak kita mengenal huruf arab saja tidak tahu! Coba kita perhatikan, apa yang kita saksikan setelah Maghrib pada keluarga-keluarga muslim saat ini? Kita lihat, bapaknya nonton berita atau sepakbola, ibunya nonton sinetron, anaknya yang paling tua main SMSan, adiknya, main internet, adiknya lagi main HP?


Coba kita bandingkan, kita saja yang dahulunya dapat gemblengan dan arahan yang lebih baik dari orangtua-orangtua kita, masih seperti ini? Kita masih lalai dalam mendidik anak-anak kita? Lalu bagaimana dengan generasi anak-anak kita selanjutnya? 20, 30, 40 tahun lagi? Yang mana mereka tidak mendapatkan arahan langsung dari kita? Kita biarkan begitu saja. Kita hanya mempercayakan mereka pada guru agama, pada ustadzah yang membimbingnya, tanpa kita turun tangan? Kita biarkan mereka membuka ingternet dengan bebasnya, padahal di internet sangat penuh dengan hal-hal negatif seperti pornografi, cerita esek-esek, kekerasan dan lain sebagainya, tanpa kita awasi? Kita biarkan mereka berinteraksi dengan HP mereka dengan lawan jenis dan pelayanan-pelayanan negatif lainnya yang tidak mendidik dan malah menjerumuskan! Bagaimana jadinya generasi kita mendatang kalau sudah seperti ini? Apa yang akan terjadi 20, 30, 40 tahun yang akan datang? Inilah yang harus kita perhatikan, dan kita renungkan bersama untuk mencari jalan keluarnya.


Belum lagi kita dapat membendung efek negatif ICT terhadap anak-anak dan keluarga kita yang mulai marak saat ini, pemerintah malah sengaja mengkampanyekan budaya internetisasi dengan slogan “mari kita galakan internet di masyarakat kita”. iklannya sudah ada di televisi “ayo kita sambut kehadiran internet”, “mari kita sambut internet di kampung kita”, “mari kita sambut internet di kelurahan kita” dan slogan-slogan lainnya. Nanti anak-anak kecil yang masih lugu-lugu dan polos itu disuruh melihat-lihat internet. Internet bakal ada di rumah-rumah, di sekolah-sekolah, bahkan di mushola-mushola sekalipun. Fenomena itu bakal terjadi bukan hanya di kota-kota besar, tetapi di kampung-kampung dan di desa-desa, mereka bakal akrab dengan dunia internet. Internet bagus, tekhnologi baik, tetapi kita jangan hanya memikirkan efek positifnya saja tanpa melihat dan mempertimbangkan efek negatifnya. Kita harus pandai-pandai memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Semestinya pemerintah sudah mulai memikirkan dan mencari solusi terbaik tentang bagaimana cara untuk mengantisipasi efek-efek negatif ITC terhadap anak-anak dan keluarga. Tapi yang ada kan tidak?! Pemerintah membiarkan begitu saja tanpa adanya filterisasi dan counter atas efek negatif ITC ini?! Inilah yang kita khawatirkan.


Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…

Ada tiga poin pokok yang ingin saya sampaikan, berkaitan dengan efek negatif ICT ini terhadap keluaga kita.


Pertama, ideologi kebebasan. Orang-orang barat itu menginginkan masyarakat dunia mengikuti mereka. Kebebasan merupakan hak asasi manusia yang paling tinggi, kata mereka. Jadi, tidak ada orang yang berhak memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak orang itu sendiri. Saat ini saja, jika kita perhatikan undang-undang yang ada di Indonesia tentang Komnas HAM atau Komnas Anak dan lain sebagainya, sudah sangat mengkhawatirkan. Sebagai contoh, jika ada orangtua yang ternyata dalam mendidik anaknya ada tindakan yang tidak disetujui oleh anaknya, lalu anaknya itu mengadu ke Komnas HAM anak, maka orangtuanya bisa diperkarakan. Begitu juga, jika ada seorang isteri yang tidak suka dengan nasehat suaminya, karena merasa hak individunya diintervensi, lalu dia mengadukan masalahnya pengadilan agama, maka isterinya itu berhak meminta cerai dari suaminya. Berkaitan dengan kasus perceraian semacam ini, di Indonesia sudah lebih dari lima puluh persen perceraian ditentukan oleh isterinya, bukan oleh suaminya. Semua ini adalah implikasi dari proses kebebasan yang kebablasan.


Di bidang politik, negara barat menggulirkan kebebasan dengan apa yang namanya demokrasi. Di mana-mana demokrasi dikampanyekan, yang penting suara rakyat. Apakah itu halal atau haram, tidak penting yang penting rakyat setuju, beres. Di bidang ekonomi, ada yang namanya liberalisasi ekonomi. Ada pasar bebas. Siap atau tidak siap, yang penting kalau sudah digulirkan harus siap, itulah hukum pasar yang harus diikuti. Masabodoh dengan si miskin atau si kaya. Tidak pandang punya modal yang cukup atau cekak. Kebebasan di bidang budaya. Bebas orang mengekspresikan pikiran dan gagasan. Maka munculah aliran-aliran dan agama-agama baru di Indonesia. Pada saatnya nanti, karena alasan HAM, mereka tidak bisa ditolak.


Padahal dalam Islam juga ada kebebasan, tetapi kebebasan yang terbatas. Kebebasan Islam punya aturan, punya akhlak dan tatakrama, bukan liberal yang tanpa batas. Bukan kebebasan yang kebablasan. Melainkan pada hakikatnya, kebebasan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri. Kebebasan yang dipandu oleh wahyu Tuhan Yang Maha Bijaksana, yang memahami manusia sebagai hasil produk-Nya. Berkaitan dengan ini, ada satu hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:


إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَي: إِذَا لَمْ تَسْتَحِيْ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ. (رواه الترمذي).


“Sesungguhnya di antara hal yang ditemukan umat manusia dari para nabi-nabi terdahulu adalah ungkapan, “Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah apa yang kamu suka.”


Itulah universal deklaration yang dapat kita jumpai dari para nabi dan rasul terdahulu. Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda:


عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ


“Hiduplah sesuka hatimu, tapi ingatlah suatu saat kamu pasti akan mati.”


Dengan bahasa lain, Rasulullah SAW mengatakan, mau bebas silahkan, mau bohong silahkan, mau ingkar silahkan, mau taat juga silahkan. Semuanya terserah anda, karena pada akhirnya itu semua akan berpulang kepada diri Anda sendiri. Hasil dari perbuatan Anda akan anda lihat dan saksikan sendiri, karena nanti Anda pun akan mati dan segala amal perbuatan Anda diperhitungkan. Jadi, kebebasan dalam agama kita ada batasan-batasannya. Ini poin yang pertama.


Poin yang kedua, media ICT yang ada saat ini, seringkali memunculkan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Di antaranya adalah fitnah, provokasi, gosip, dan berbagai macam ekspresi fisik, maupun ekspresi pemikiran yang bertentangan dengan ajaran agama. Banyak sekali orang di antara kita yang ingin populer, mereka membeberkan aib saudaranya, bahkan membeberkan aib dan auratnya sendiri. Padahal setiap kali kita selesai shalat, kita sering meminta kepada Allah, “Allâhumastur aurâtina”, ya Allah tutupilah aib dan kelemahan kami. Tapi pada kenyataannya, hanya karena ingin populer, kita rela mengeksploitasi aib diri kita sendiri? Para ulama berkata:


مَنْ اِعْتَصَمَ بِعَقْلِهِ ظَلَّ وَمَنْ اِسْتَغْنَيْ بِمَالِهِ قَلَّ وَمَنْ عَزَّ بِمَخْلُوْقٍ زَلَّ


“Barangsiapa yang hanya bersandar kepada otaknya dia akan sesat, barangsiapa yang bergantung kepada hartanya dia akan kurang, barangsiapa yang mengagung-agungkan makhluk dia akan tergelincir.”


Ini bisa kita buktikan saudara-saudara hadirin rahimakumullah. Kalau dalam hidup ini kita hanya mengandalkan otak kita saja, maka kita akan stress. Contoh, banyak di antara kita, jika membuka cashflow hariannya, atau menghitung pemasukan dan pengluaran belanja harian dia, maka dia akan stress. Ternyata kalau dihitung-hitung tidak akan cukup. Belum untuk belanja dapur, belum untuk biaya anak sekolah, belum untuk anak yang kuliah, belum untuk transportasi, belum lagi kalu ada tamu atau biaya-biaya mendadak seperti sakit, kecelakaan, kondangan, ada kumpul-kumpul, dan lain sebagainya. Maka gaji yang kita dapat atau pemasukan yang kita peroleh kalau dihitung dengan cara seperti ini tidak akan cukup. Otak kita akan tersesat. Bukan cuman tersesat, tapi hidup kita bakalan jadi stress.


Ini kalau kita menghitungnya pakai kalkulator manusia. Tapi kalau kita menghitungnya dengan kalkulator Tuhan, lain lagi. Pasti cukup. Semuanya dalam hidup ini terasa ringan, karena Allah SWT telah mengaturnya.


Wamanistagna bimalihi qalla, dan barangsiapa yang bergantung kepada hartanya dia akan kurang. Tidak akan pernah merasa cukup, karena harta sifatnya relatif dan jumlahnya sangat terbatas. Bahkan seluruh harta yang kita miliki sebenarnya adalah pemberian dari Yang Maha Kuasa. Waman azza bi makhluqin zalla, barangsiapa yang mengagung-agungkan makhluk dia akan tergelincir, karena makhluk banyak kekurangannya, terlalu banyak cela dan aibnya. Ini poin kedua dari efek negatif adanya tekhnologi ICT.


Poin ketiga yang perlu kita renungkan adalah, informasi yang masuk kepada kita banyak yang tidak akurat. Oleh karena itu kita mesti menyeleksinya, informasi yang datang kepada kita betul atau tidak? Valid atau cuman kabar burung? Akurat atau cuman berita sekedar lewat? Dan lain sebagainya. Ini sesuai dengan perintah Allah SWT di dalam Al-Qur’an:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6)


“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujuraat: 6).


Jika datang kepada kalian suatu berita, maka chek and recheklah, sebelum kalian menyesal. Apalagi di zaman sekarang, pendidikan agama untuk anak-anak kita sangat minim. Pendidikan agama di sekolah hanya dua jam pelajaran atau empat puluh lima menit. Itu pun terkadang anak-anak kita tidak serius dalam mengikuti pelajaran agama. Informasi kebenaran yang diterima anak kita di zaman sekarang ini sangat sedikit. Di satu sisi, informasi yang tidak benar, informasi yang tidak mendidik, sangat mudah didapatkan.


Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…

Coba kita lihat kehidupan keseharian anak-anak kita. Lebih banyak mana yang mereka dapatkan, informasi benar atau informasi salah yang paling banyak? Mereka lebih sering nonton televisi ketimbang belajar agama. Lebih doyan main Play Station (PS) ketimbang mengaji. Kalau kita prosentasikan, jauh bandingannya antara hal-hal yang mendidik dengan yang tidak mendidik. Padahal masa anak-anak dan remaja adalah saat yang paling baik dalam membentuk mental dan moral anak-anak. Usia yang sangat membekas pagi daya nalar dan daya ingat mereka.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.



Khutbah Kedua


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛


يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.


Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan Allah SWT!


Sebagai contoh bahwa tekhnologi modern sekarang ini sangat memungkinkan anak-anak kita untuk berbuat negatif dan asusila adalah tekhnologi internet, HP, LCD dan lain sebagainya. Kalau dulu anak perempuan kita jarang keluar rumah, disebut sebagai anak yang taat, anak yang baik. Tapi sekarang, belum tentu. Berapa banyak dari anak-anak kita yang betah tinggal di rumah tapi akhlak dan kelakuannya lebih bobrok dari orang yang yang suka keluar rumah. Ini bukan berari keluar keluyuran itu lebih baik, tapi artinya adalah, di zaman sekarang di dalam rumah saja bisa bobrok apalagi kalau di luar rumah! Kita sebagai orangtua terkadang tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak kita di dalam kamar mereka. Di zaman sekarang, mereka bisa saja pacaran atau melakukan hal-hal amoral dengan lawan jenisnya semisal buka aurat dan mempertontonkan tubuhnya melalui webcame via internet, padahal pacarnya ada jauh di kota lain. Bisa saja mereka nonton filem blue melaui sarana internet atau buka wesite porno, karena layanan seperti itu sangat mudah didapatkan di internet. Belum lagi tekhnologi HP dengan TreeG dan LCDnya. Mereka juga bisa berbuat tidak senonoh dan dan mengumbar hawa nafsunya, membuka auratnya, dan kelakukan-kelakuan amoral lainnya melalui tekhnologi tersebut yang tidak jauh berbeda kecanggihannya. Jadi zaman sekarang, mendidik dan membina keturunan itu tidak mudah. Zaman yang kita lalui dahulu, tidak seperti zaman yang akan dilalui oleh anak-anak kita, lebih banyak tantangan dan bahayanya, karena kemunkaran lebih mudah untuk didapatkan.


Ini saja barangkali yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat untuk kita semua. Mohon maaf jika banyak kekurangan. Wal’afwu minkum. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!

Tidak ada komentar: