Senin, 12 November 2007

Khutbah Idul Fitri (2)

PEMBENTUKAN JATI DIRI MELALUI RAMADHAN
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُسُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Allahu Akbar, wa lillahilh hamd ....
Dengan bersyukur ke hadirat Allah Swt. atas karunia dan rahmat-Nya pagi hari yang berbahagia ini kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari raya fitri, hari raya kemuliaan dan kesucian.

Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua melepas bulan Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah Swt. dan mensucikan-Nya dengan bertasbih, mensucikan dari segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.

Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan yang fasih denga penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap manusia muslim menanpakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita, ke hadirat Allah Swt. atas segala karunia dan nikmat-Nya. terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membibing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.

Artinya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, (al-Baqarah, 2 : 185)

Pagi ini, kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya oleh setiap insan yang beriman, dengan demikian kita kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih telepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai denga petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meingkatkan iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentu jati diri muslim yang pari purna dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt. Iman dan takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh kepa petunjuk-Nya, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk mencapai keridhaan Allah Swt, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh dengan melaksankan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do’a iftitah yang dibaca pada saat awal melaksanakan shalat. “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-An’am : 162-163).
Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan, harus mampu membentuk jati diri setiap muslim dan meningkatkan kualitasnya dari tahapan yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.

Kaum muslimin, para jamaah yang kami muliakan.
Pembentukan jati diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal. Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita bisa mengambil contoh dar peristiwa berikut ini:
Pada suatu saat Rasulullah Muhammad Saw. menerima tamu, seorang pria dari kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan. Nabi Saw. menyuguhkan kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang mereka perah dari kambing atau unta.

Setalah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.

Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria mualaf itu telah menjadi seorang muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria muslim yang baik dia mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu, sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya.

Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu mengatakan, “Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas susu itu.” Nabi Saw. mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang muslim, beliau mengatakan:
الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843)

Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan, dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah kehinaan dan kehancuran.

Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu dari dorongan perut, libido sexual, dan hawa nafsu yang menyesatkan. Nabi Saw. sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
Artinya: “sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan. (HR. Ahmad. No Hadis:18951)

Dalam kenyataan pada kehidupan modern yang kita jalani sekarang, dimana sikap hidup materialisme, konsumtivisme, dan hedonisme, terus menggerogoti masyarkat kita, kita jumpai betapa banyakanya orang yang telah terjerembab dalam lembah kenistaan dan kehinaan. Ada sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan, sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya. Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi Muhammad Saw.

Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga dan masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya deviasi seksual yang mengerikan.

Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendir, maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja orang tidak bisa mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu sendiri” (Ihya’ Ulumuddin).
Al-Qur’an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa nafsu yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ahqaf : 20.
Dan (Ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu Telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu Telah bersenang-senang dengannya; Maka pada hari Ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan Karena kamu Telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan Karena kamu Telah fasik".

Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia memperturutkan hawa nafsunya sendiri.Ibadah puasa Ramadhan yang kita jalani sekarang ini, dapat melatih dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk jati diri yang paripurna, menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa.

Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Hadirin dan hadirat yang mulia
Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’, yaitu kesucian dan keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari kemenangan dan kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do’a:

اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَآئِدِيْنَ وَالْفَآئِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ

“Wahai Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt”.

Dengan kembali kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan lahir batin yang selalu kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya.
Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin.

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
***
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

Tidak ada komentar: