Senin, 05 November 2007

KECERDASAN EMOSI (EMOTIONAL QUESTION)

MENINGKATKAN KUALITAS KECERDASAN EMOSI
( EMOTIONAL QUESTION )



Seorang rekan saya angota DPR/ MPR RI, melakukan study komperatif ke negara paman Sam Amerika Serikat. Beliau merupakan salah satu dari komisi luar negri. Diantara tempat yang di kunjungi adalah sebuah perusahaan besar, yang penghasilannya pertahun melebihi RAPBN Indonesia selama 5 tahun. Perusahaan ini adalah perusahaan “Nike“. Disana ada sebuah ruangan besar, Show room atau ruang pamer, dalam ruangan tersebut hanya ada sedikit produk-produk Nike yang dipamerkan. Tapi yang paling dominan adalah foto-foto para legendaris atlet olah raga, atau para pemenang sejati dibidang olah raganya masing – masing. ketika ditanya kepada pimpinannya apa yang sesungguhnya anda jual? Dia menjawab kami tidak menjual produk kami ( Sepatu Nike ), tapi kami menjual life style atau gaya hidup. Dan yang ingin kami jaga adalah image mereka sebagai legendaris dalam bidang olah raga, bahwa mereka pun semuanya memakai sepatu produksi Nike.

Bisa di perhatikan dari cerita di atas, begitulah cara-cara kaum kapitalis dunia merubah gaya hidup masyarakat modern. Mereka memasukan ide-ide cemerlang mereka untuk di jadikan gaya hidup, life style dengan brbagai cara. Hal seperti ini sudah marak terjadi di Jakarta. Begitu banyak mall-mall, plaza-plaza dan pusat perbelanjaan yang begitu megah, yang kesemuanya itu ingin merubah gaya hidup masyarakat dewasa ini. Bahkan ada beberapa pusat perbelanjaan yang memberikan diskon besar-besaran pada jam 22.00 s/d 24.00, dengan kata lain ingin merubah pola hidup masyarakat kota, yaitu waktu tidur dipakai untuk berbelanja. Dan terbukti cara ini sangat ampuh sekali untuk merubah gaya hidup masyarakat kita. Begitulah bahwa kapitalisme dunia ingin merubah gaya dan pola hidup masyarakat dunia saat ini. Mereka diajak berfikir jauh, berpikir besar dan berpikir materi-materi semata untuk membesarkan dunia ini dan khusunya membesarkan mereka sendiri, dan demi kepentingan mereka sendiri.

Yang ingin kita ambil pelajaran dari cerita di atas adalah bahwa kaum kapitalis saja, sebagai orang pecinta dunia yang hanya memikirkan materi semata, begitu hebatnya mereka dalam mewarnai pola pikir masyarakat modern. Dengan membangun Show room, menjual image dan life style dari pada legendaris dunia, memasukan gagasan-gagasan mereka dalam pola pikir masyarakat.

Sesungguhnya Allah telah jauh-jauh hari berbuat seperti itu melalui Al-qur’an dan salah satu dari fungsi Al-qur’an adalah bahwa Al-qur’an merupakan Show room besar mulai dari pertama kali diturunkan sampai hari kiamat nanti. Show room yang muatan rentang waktunya begitu jauh dan luas sekali. Disana dipampangkan para the winer, para legendaris dunia dalam segala kebaikan: dalam iman dan islam, dalam perjuangan dan pengorbanan, dalam ketundukan dan ketaatan, dalam ibadah dan amal soleh serta dalam karya membangun peradaban dunia. Di sana juga dipampangkan para Nabi Rasul, manusia terbaik dan termulia sebagai teladan bagi umat manusia, mulai dari Nabi Adam As sampai Nabi akhir zaman yaitu Muhammad Saw. Juga kisah-kisah orang sukses, orang-orang yang telah syuhada. Yang demikian itu menunjukan bahwa betapa hebatnya Allah Swt memampangkan dan memamerkan dalam kitab sucinya yaitu Al-Qur’an.

Begitulah Allah yang jauh sebelumnya telah mengarahkan kita semua agar berpikir besar dan berusaha untuk mencapai obsesi kita, dengan mengoptimalkan cara berpikir. Oleh karena itu dalam training-training di berbagai tempat yang mengenai EQ, IQ, SQ, pengembangan SDM saat ini, ada sebuah bahasa yang mereka angkat yaitu berpikir besar, “you are what you thing”, (“anda adalah apa yang anda pikirkan”). “Anta kaifa maa tufakkir", (“ Anda adalah apa yang anda pikirkan”). Jadi seluruh apa yang kita perbuat dan lakukan adalah seluruh apa yang ada di dalam pikiran kita. Kita tidak mungkin bekerja, beraktikfitas apa yang tidak ada di dalam benak kita. Tetapi sungguh kita tidak akan keluar dari apa yang kita pikirkan dalam seluruh aktifitas kita.

Oleh sebab itu Rasululah Saw, menyatakan dalam sebuah hadits yang sangat masyhur dan sangat terkenal di telinga kita yaitu: “Innamaa al‘Amaalu Bi anNiyaat,” (Sesungguhnya amal itu tergantung dari pada niat). Maksud dari hadist tersebut, bahwa sesungguhnya seluruh aktivitas kerja, dan apapun yang kita lakukan sungguh sangat bergantung pada obsesi kita, keinginan-keinginan kita, cita-cita dan visi misi kita. Kalau seseorang melakukan niat, obsesi atau cita-cita maka seluruh hidupnya dedikasikan dan tujukan terhadap apa yang ia cita-citakan. Begitu juga orang yang mencintai dunia, maka seluruh hidupnya adalah untuk dunia. Orang yang mencintai akhirat maka seluruh hidupnya ditujukan untuk akhirat, meskipun dunia sebagai tunggangan dan sebagai sarananya.

Ternyata dengan al-Qur’an kita semua diajak untuk menjadi orang-orang besar meskipun kita oran-orang kecil. Kenapa demikian?. Karena ketika kita menata pola pikir, dan cara berpikir kita sesuai tuntunan al-Qur’an yaitu berfikir besar, maka kesuksesan dalam menjalani hidup di dunia dalam membangun peradaban dunia akan nampak di depan mata kita, meskipun jalannya panjang dan penuh dengan rintangan dan tantangan yang menghadang, tapi dengan berpikir besar pasti akan dilakuinya dengan mudah. Berbeda sekali dengan orang yang tidak mempunyai cita-cita dan pikiran yang besar, biasanya merasa cukup dengan yang ada tanpa mau menggali dan menggali potensi yang ada.

Kalau kita ingin mendapatkan kecerdasan emosional dan cita-cita serta harapan kita, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah menata cara dan pola pikir dengan baik. Contoh ketika kita menginginkan sesuatu, misalnya menikah, biasanya diawali dengan ketertarikan terhadap lawan jenis, ketertarikan pada mulanya hanya sebatas lintasan saja yang kemudian berkembang menjadi memori. Memori inilah yang kemudian menjadi sebuah gagasan atau ide, kemudian berangsur-berangsur menjadi sebuah tekad yang kuat dan pada akhirnya kita melaksanakan pernikahan yang pernah terlintas dalam pikiran kita, yang tadinya hanya sebuah lintasan saja.

Begitu pula dengan emosi kita, rasa senang, marah, kesal dan benci sungguh-sungguh bisa dimenej melalui bagaimana kita memenej lintasan-lintasan yang ada dalam pikiran kita. Inilah pentingnya menata pola pikir. Misalnya kalau kita hari ini berpuasa tapi tidak berniat puasa pada malam harinya, maka bisa dipastikan pada jam-jam makan atau dzuhur perut kita protes ingin diberikan makanan. Apa kaitannya dengan niat?. Ternyata ketika kita meletakan niat begitu saja tanpa tekad yang kuat maka seluruh sel-sel syaraf langsung mengontak hormon-hormon yang mencerna makanan di dalam perut, sehingga hormon-hormon tersebut tidak menjalankan tugasnya, padahal ini baru niatnya saja. Maka begitu pula ketika kita mencintai sesuatu, berharap kepada sesuatu, tunduk kepada sesuatu dan marah kepada sesuatu seluruhnya bisa kita menej dan tata menurut kehendak kita. Oleh sebab itu agar kita menjadi orang cerdas secara emsional, maka tatacara berfikir kita harus kita warnai dengan warna-warna ilahiah dan warna-warna imaniah.

Marahnya orang-orang beriman itu berdasarkan warna-warna ilahiah dan warna-warna imaniah. Dia akan memilah dan memilah mana yang harus marah dan mana yang tidak harus marah atau mereka menempatkan marah secara proporsional. Dalam sebuah riwayat Sayyidina Ali RA ketika marah dan ingin membunuh seorang musuh karena memerangi agama Allah tiba-tiba orang kafir tersebut meludahi mukanya. Bukannya Ali langsung membunuhnya tapi dia mengurungkan niatnya karena beliau tahu marahnya kali ini bukan karena Allah tetapi karena dirinya sendiri. Inilah contoh orang-orang yang mampu mengendalikan kecerdasan emosialnya. Begitu pula jika kita perhatikan kehidupan Rasulullah Saw, maka cukup bagi kita semuanya nabi sebagai qudwah dan teladan hidup.

Allah Swt memberikan janji bagi orang-orang yang mampu mengatur emosialnya dalam Al-qur’an surat Ali Imron, 3:134
“Dan bersegeralah kalian semuanya menuju ampunan Allah dan surganya yang luasnya seluas bumi dan langit. Yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang bertakwa, mereka orang-orang yang senantiasa berinfak dalam keadaan lapang dan susah. Dia orang-orang yang mampu mengendalikan marahnya dan gampang memaafkan saudara-saudaranya yang lain”.
Allah Swt sampai memberikan janji yang indah ini mana kala kita mampu memenej dan mengelola emosial kita.

Apabila kita ingin mendapatkan kecerdasan emosional hal yang harus kita lakukan adalah berinteraksi dengan Al-Qur’an. Hanya dengan al-Qur’an sifat-sifat buruk akan menghilang sementara sifat-sifat baik akan tumbuh dan berkembang. Umar bin Khatab adalah seorang yang sangat kasar dan keras dan orang arab memang terkenal tempramental, tapi ketika mendengar Al-Qur’an beliau pernah sampai sakit dua bulan karena mendengar firman Allah : Surat Annaba, 78:30
“Karena itu rasakanlah. Dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab”.
Suatu ketika Umar hedak pergi ke pasar, tiba-tiba dia mendengar ayat ini di lantunkan oleh seseorang, maka dia terhenti sejenak dan langsung badannya menggigil ketakutan sampai beliau lemas dan sakit selama dua bulan. Dan apabila terlintas di benak beliau dan berdengung di telinga beliau, beliau langsung menggigil dan lemas kondisi ini terus berlanjut hampir selama dua bulan. Maka siapapun kita yang hendak berinteraksi dengan Al-Qur’an sungguh dia akan menuai keselamatan dunia dan akhirat.

Seorang yang senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an minimal akan memunculkan tiga hal :

1. senantiasa mendapatkan inspirsi tiada henti.
Orang semakin membaca Al-qur’an semakin dia mendapatkan ide-ide baru, gagasan dan inspirasi yang terus mengalir, maka dari itu kita diperintahkan untuk membaca Al-Qur’an secara kontinyu tiap hari bukan hanya malam-malam dan surat-surat tertentu, tetapi setiap waktu dan seluruh ayat-ayat yang terdapat di dalamnya.Demikianlah yang seharusnya dilakukan oleh seorang mukmin .

2.Dia akan mendapatkan kesamaan gelombang iman .
Maka kami yakin bahwa yang senantiasa shalat berjamaah di masjid dan memakmurkannya adalah orang-orang yang memiliki gelombang iman yang sama, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu redah. Dan gelombang iman ini adalah gelombang yang terus menerus tidak mengenal waktu dan tempat karena kebiasaan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Dan yakinlah kalau gelombang keimanan kita sama maka kita pada hakikatnya sedang melakukan segala kebaikan.

3.Dia akan menjadi orang yang cepat merespon seruan Allah.
Contoh, ada sebuah kisah seorang pemuda yang bernama Zahid. Dia adalah ahli suffah yaitu seorang yang hidupnya di mesjid dan segala aktivitasnya di mesjid. Dia belum mempunyai pekerjaan sehingga menjadi pembantu Rasulullah Saw di mesajid. Pada suatu pagi dia didatangi oleh Rasulullah Saw dan ditanya apakah dia mau menikah? Tentu saja Zahid mau, tetapi dia merasa tidak ada orang yang mau mengambil dirinya sebagai menantu. Kemudian Rasul memerintahkanya untuk membawa surat kepada Said Ra yang isisnya melamar putrinya yang sudah cukup umur untuk dinikahi. Said Ra adalah seorang yang kayaraya dan bermartabat, tetapi Rasulullah Saw selalu berusaha menghilangkan sekat-sekat jahiliah seperti itu. Said merupakan gambaran orang yang mampu mengendalikan emosinya, dia tidak langsung mengatakan tidak atau mengiyakan lamaran itu walaupun dia tahu Zahid adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa. Lalu dipanggilah Zulfah putrinya untuk ditanyakan apakah dia setuju atau tidak. Ternyata Zulfah tidak setuju dan dia menangis karena dia tidak tahu kalau itu adalah perintah Rasulnya. Tapi setelah dia tahu bahwa ini perintah Rasul dia langsung menerimanya dan berkata, sungguh wahai ayah seorang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan sesuatu maka tidak ada kata lain bagi seorang mukminah kecuali dia akan berkata: “sami’na wa atho’na” (aku dengar dan aku taat). Aku terima dengan tangan terbuka kalau itu dari Rasul, meskipun untuk Zahid atau siapapun. Dia mengubur egoisme dirinya, mengubur kekecewaan dan ketidak sukaannya semata-mata untuk mencintai Allah dan Rasulnya. Ini adalah sesuatu yang berat tapi itulah kesolehan seorang mukminah. Dia mampu untuk menata emosinya dan itulah kecerdasan emosional yang di landasi iman.

Rasul mengajarkan sebuah do’a yang berkenaan dengan emosional yang di landasi iman :
“Ya Allah limpahkanlah kepada kami cinta dalam nuansa iman. Hiasilah hati kami dengan keimanan itu, berikan hati kami kebencian atas segala kekufuran kemungkaran dan maksiat. Dan jadikanlah kami hamba-hambamu yang cerdas”.

Akhirnya Zahid kembali ke masjid dengan hati berbunga-bunga karena lamaranya diterima. Esok harinya ia bertemu dengan Rasul dan berkata: “Wahai Zahid kamu terlihat ceria dan bergembira, ada apa? Zahid menjawab: “Ya Rasulullah, lamaranku diterima tapi aku bingung bagaimana dengan walimahnya?”. Rasul langsung tanggap dan mengerti akan kesulitan Zahid. Beliau memerintahkan untuk menemui Abu Bakar Ra, Utsman Ra dan Abdurrahman Ra dan berkata: “sampaikan salamku pada mereka”. Setelah ketemu dengan mereka disampaikan salam Rasulullah kepada mereka, kemudian sahabat Abu Bakar, Utsman dan Abdurrahman bertanya: “ada yang lain?”, maka Zahid pun berterus terang dengan kesulitannya. Mereka langsung merespon dan langsung mengeluarkan hartanya dengan ikhlas dan tidak merasa keberatan sedikitpun.

Akhirnya Zahid pulang dan langsung menuju pasar untuk membeli apa-apa yang diperlukan untuk walimah pernikahannya. Setelah kembali di mesjid, ternyata di masjid sudah penuh dengan orang-orang yang hendak menerima perintah jihad di jalan Allah. Zahid pun kembali ke pasar dan menjual kembali apa yang sudah dibelinya. Dia langsung membeli alat-alat perelengkapan perang dan langsung bergabung dengan para sahabat lainnya untuk menunaikan perintah jihad. Di medan jihad Zahid pun berpulang ke rahmatullah sebagai syuhada.

Zahid merupakan orang yang rela mengubur obsesinya untuk menikah dengan Zulfah dengan melewati berbagai proses yang telah melelahkan. Tetapi ketika datang kepadanya printah jihad dia langsung meresponnya dan melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Karena itu Rasulullah Saw memberikan pidato khusus di depan sahabatnya yang lain. Sungguh berbahagia Zahid dan dia akan didampingi oleh bidadari syurga. Zulfah pun memberikan salam khusus untuknya dan berkata: “Sungguh berbahagialah Zahid, aku tidak bisa mendampinginya saat di dunia ini, Ya Allah aku mohon agar engkau berkenan untuk memberikan kesempatan bagiku untuk menerimanya di syurga”. Inilah gambaran orang-orang yang mampu mengendalikan dan mecerdaskan emosinya, dan orang-orang yang setiap hari berinteraksi dengan Al-qur’an .
Dan ingatlah perkataan Rasulullah Saw yaitu : “Al mu’min kayyisun wa fathinun” (Bahwa sesungguhnya mukmin adalah pintar dan cerdas). Wallahu A’lam.

1 komentar:

Dasam Syamsudin mengatakan...

pelatihan kecerdasan emosi kerap dilakukan intansi-intansi masyarakat baik secara kelembagaan atau secara individual. namun, terkadang pelatihan itu tidak meninggalkan dampak apa-apa atau dampaknya hanya sbentar. pelatihan dengan cara apapun yang pada akhirnya, setelah pelatihan selelsai, kecerdasan emosi pun menurun kembali dan berjalan seperti biasanya. pelatihan kecerdasaan emosi seperti apakah yang harus dibangun oleh seseorang. karena kerap peltihan diadakan. hasilnya gitu lagi-gitu lagi. HARAP BISA MEMBALAS SAYA MAU SHARING, DAN EMMANG SANGAT MEMBUTUHKAN JAWABAN ANDA. DUA MINGGU LAGI SAYA AKAN ADAKAN PELATIHAN DI KAMPUS