عَنْ أَبِيْ عَمْرٍو، وَقِيْلَ أَبِيْ عَمْرَةَ، سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ، قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ (رواه مسلم)
Sanad Hadits :
Hadits di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Jami’ Aushaf Al-Islam, hadits no : 38) :
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرٍ بْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ وَأَبُوْ كُرَيْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ح وَحَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ وَإِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ جَمِيْعًا عَنْ جَرِيْرٍ ح وَحَدَّثَنَا أَبُوْ كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُوْ أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ هِشَامٍ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ سُفْيَانِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ، قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ فَاسْتَقِمْ (رواه مسلم)
Gambaran Umum Tentang Hadits
Dilihat dari isi kandungannya, hadits ini menggabungkan dua pokok permasalahan besar dalam Islam, yaitu Iman dan Istiqomah. Iman merupakan implementasi dari tauhid yang merupakan inti ajaran islam, sedangkan istiqomah merupakan implementasi dari pengamalan aspek-aspek tauhid dalam kehidupan nyata. Dan kedua hal tersebut terangkum dalam hadits singkat ini, melalui pertanyaan seorang sahabat kepada Rasulullah SAW.
Makna Hadits
Hadits di atas menggambarkan tentang dua makna besar dalam Islam, yaitu Iman dan Istiqomah. Dua hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam keislaman seseorang. Karena Iman (sebagaimana digambarkan di atas) merupakan pondasi keislaman seseorang dimana pun dan kapan pun. Tanpa Iman, maka segala amal seseorang tiada akan pernah memiliki arti di hadapan Allah SWT. Namun hanya iman saja tidak cukup :
الإيمان وحده لا يكفي
إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُوْا عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِىْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ*
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”
Iman harus dibekali dengan keistiqomahan dalam implementasi konsekwensinya, hingga akhir masa kehidupan untuk menghadap Allah SWT. Sehingga peranan keistiqomahan dalam perjalanan iman (baca; dakwah), sangatlah penting. Hingga demikian pentingnya, tidak sedikit para salafuna shaleh yang mencoba memberikan gambaran mengenai istiqomah ini :
Jika ditinjau dari segi asal katanya, istiqomah ( الإستقامة ) merupakan bentuk mashdar (baca; infinitif) dari kata istaqama ( استقام ) yang berarti tegak dan lurus :
الإستقامة : مصدر من استقام – يستقيم – استقاما، بمعنى اعتدل وانتصب
Istiqomah merupakan mashdar dari fi’il istaqama – yastaqimu – istiqaman, yang berarti tegak dan lurus.
Sedangkan dari segi istilahnya dan hakekatnya, digambarkan sebagai berikut :
Suatu ketika beliau pernah ditanya:
سئل صديق الأمة وأعظمها اسقامة – أبو بكر الصديق رضي الله تعالى عنه – عن الإستقامة ؟
فقال "أن لا تشرك بالله شيئا
Suatu ketika orang yang paling besar keistiqamahannya ditanya oleh seseorang tentang istiqamah. Abu Bakar menjawab, ‘istiqamah adalah bahwa engkau tidak menyekutukan Allah terhadap sesuatu apapun. (Al-Jauziyah, tt: 331).
Ibnu Qayim mengomentari, bahwa Abu Bakar menggambarkan istiqamah dalam gambaran tauhidullah (mengesakan Allah SWT). Karena seseorang yang dapat istiqamah dalam pijakan tauhid, insya Allah ia akan dapat istiqamah dalam segala hal di atas jalan yang lurus. Iapun akan beristiqamah dalam segala aktivitas dan segala kondisi. (Al-Jauziyah, tt : 331)
2. Umar bin Khatab
Umar bin Khatab pernah mengatakan:
الإستقامة : أن تستقيم على الأمر والنهي، ولا تروغ روغان الثعلب
Istiqamah adalah, bahwa engkau senantiasa lurus (baca; konsisten) dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, serta tidak menyimpang seperti menyimpangnya rubah. (Al-Jauziyah, tt : 331)
3. Usman bin Affan
Beliau mengatakan mengenai istiqamah:
استقاموا : أخلصوا العمل لله
Beristiqamahlah kalian : (maknanya) ikhlaskanlah amal kalian hanya kepada Allah SWT.
4. Ali bin Abi Thalib & Ibnu Abbas
Mereka berdua mengatakan mengenai istiqamah:
استقاموا : أدوا الفرائض
Istiqamahlah kalian (perintah untuk beristiqamah), berarti : laksanakanlah kewajiban (perintah untuk melaksanakan segala kewajiban) (Al-Jauzi, tt : 331)
5. Al-Hasan (Hasan al-Bashri)
Beliau mengemukakan:
استقاموا على أمر الله، فعملوا بطاعته، واجتنبوا معصيته
Isttiqamahlah kalian melaksanakan perintah Allah, dengan beramal untuk mentaati-Nya dan menjauhi berbuat kemaksiatan pada-Nya. (Al-Jauzi, tt : 331)
6. Imam Mujahid
Beliau mengtakan:
استقاموا على شهادة أن لا إله إلا الله حتى لحقوا بالله
Istiqamahlah kalian dalam syahadat La ilaha illallah sampai kalian bertemu dengan Allah SWT. (Al-Jauzi, tt : 331)
7. Ibnu Taimiyah
Beliau mengatakan:
استقاموا على محبته وعبوديته، فلم يلتفتوا عنه يمنة ولا يسرة
Isttiqmahlah kalian dalam mahabah (kepada Allah) dan dalam berubudiyah kepada-Nya. Dan jangalah menoleh dari-Nya (berpaling walau sesaat) baik ke kanan ataupun ke kiri. (Al-Jauzi, tt : 332)
8. Ibnu Rajab Al-Hambali
Beliau mengemukakan bahwa istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus, tanpa belok ke kiri dan ke kanan, tercakup di dalamnya ketaatan yang tampak maupun yang tidak tampak, serta meninggalkan larangan.
Antara Istiqomah Dan Istighfar
Dalam salah satu ayat di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menggandeng antara istiqomah dengan istighfar kepada Allah SWT, yaitu dalam QS. Fushilat/ 41 : 6 :
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya).”
Ayat di atas menggambarkan, bahwa betapapun sempurnanya seorang insan, namun ia pasti pernah melakukan satu kelalaian atau kesalahan. Dan kendatipun seseroang berusaha untuk selalu istiqomah, tentu suatu ketika, jiwanya akan juga terjatuh pada satu kesalahan dan kekeliruan. Oleh karenanya, seorang muslim yang baik adalah yang senantiasa introspeksi diri terhadap segala kekurangan dan kesalahan-kesalahannya, untuk kemudian berusaha untuk memperbaikinya dengan terlebih dahulu beristighfar dan bertaubat memohon ampunan kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ (رواه الترمذي)
Dari Anas bin Malik ra, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Semua anak cucu adam berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah, adalah mereka-mereka yang bertaubat." (HR.Tirmidzi)
Para ulama mengemukakan bahwa proses perbaikan diri dari kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat, adalah juga bagian yang tak terpisahkan dari istiqomah itu sendiri. (Al-Bugha, 1993 : 175).
Keutamaan Istiqomah
Istiqomah memiliki beberapa keutamaan yang tidak dimiliki oleh sifat-sifat lain dalam Islam. Diantara keutamaan istiqomah adalah :
Dalam sebuah ayat-Nya, Allah SWT berfirman :
إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُوْا عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِىْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ*
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
2. Berdasarkan ayat di atas, istiqomah merupakan satu bentuk sifat atau perbuatan yang dapat mendatangkan ta’yiid (baca ; pertolongan dan dukungan) dari para malaikat.
3. Istiqomah merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT
Dalam sebuah hadits digambarkan :
عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاعْلَمُوا أَنْ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدَكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَأَنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ (رواه البخاري)
Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya ; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/ jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit. (HR. Bukhari)
4. Berdasarkan hadits di atas, kita juga diperintahkan untuk senantiasa beristiqomah. Ini artinya bahwa Istiqomah merupakan pengamalan dari sunnah Rasulullah SAW.
5. Istiqomah merupakan ciri mendasar orang mu’min.
Dalam sebuah riwayat digambarkan :
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمْ الصَّلاَةَ وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ (رواه ابن ماجه)
Dari Tsauban ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘istiqamahlah kalian, dan janganlah kalian menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang dapat menjaga wudhu’ (baca; istiqamah dalam whudu’, kecuali orang mu’min.) (HR. Ibnu Majah)
Cara Untuk Merealisasikan Istiqamah
Setelah kita memahami mengenai istiqamah secara singkat, tinggallah sebuah kenyataan yang ada dalam diri kita semua, yaitu bahwa kita semua barangkali masih jauh dari sifat istiqamah ini. Kita masih belum mampu merealisasikannya dalam kehidupan nyata dengan berbagai dimensinya. Oleh karena itulah, perlu kiranya kita semua mencoba untuk merealisasikan sifat ini. Berikut adalah beberapa kiat dalam mewujudkan sikap istiqamah:
1. Mengkikhlaskan niat semata-mata hanya mengharap Allah dan karena Allah SWT. Ketika beramal, tiada yang hadir dalam jiwa dan fikiran kita selain hanya Allah dan Allah. Karena keikhlasan merupakan pijakan dasar dalam bertawakal kepada Allah. Tidak mungkin seseorang akan bertawakal, tanpa diiringi rasa ikhlas.
2. Bertahap dalam beramal. Dalam artian, ketika menjalankan suatu ibadah, kita hendaknya memulai dari sesuatu yang kecil namun rutin. Bahkan sifat kerutinan ini jika dipandang perlu, harus bersifat sedikit dipaksakan. Sehingga akan terwujud sebuah amalan yang rutin meskipun sedikit. Kerutinan inilah yang insya Allah menjadi cikal bakalnya keistiqamahan. Seperti dalam bertilawah Al-Qur’an, dalam qiyamul lail dan lain sebagainya; hendaknya dimulai dari sedikit demi sedikit, kemudian ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.
3. Diperlukan adanya kesabaran. Karena untuk melakukan suatu amalan yang bersifat kontinyu dan rutin, memang merupakan amalan yang berat. Karena kadangkala sebagai seorang insan, kita terkadang dihinggapi rasa giat dan kadang rasa malas. Oleh karenanya diperlukan kesabaran dalam menghilangkan rasa malas ini, guna menjalankan ibadah atau amalan yang akan diistiqamahi.
4. Istiqamah tidak dapat direalisasikan melainkan dengan berpegang teguh terhadap ajaran Allah SWT. Allah berfirman (QS. 3 : 101)
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ ءَايَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
5. Istiqamah juga sangat terkait erat dengan tauhidullah. Oleh karenanya dalam beristiqamah seseorang benar-benar harus mentauhidkan Allah dari segala sesuatu apapun yang di muka bumi ini. Karena mustahil istiqamah direalisasikan, bila dibarengi dengan fenomena kemusyrikan, meskipun hanya fenomena yang sangat kecil dari kemusyrikan tersebut, seperti riya. Menghilangkan sifat riya’ dalam diri kita merupakan bentuk istiqamah dalam keikhlasan.
6. Istiqamah juga akan dapat terealisasikan, jika kita memahami hikmah atau hakekat dari ibadah ataupun amalan yang kita lakukan tersebut. Sehingga ibadah tersebut terasa nikmat kita lakukan. Demikian juga sebaliknya, jika kita merasakan ‘kehampaan’ atau ‘kegersangan’ dari amalan yang kita lakukan, tentu hal ini menjadikan kita mudah jenuh dan meninggalkan ibadah tersebut.
7. Istiqamah juga akan sangat terbantu dengan adanya amal jama’i. Karena dengan kebersamaan dalam beramal islami, akan lebih membantu dan mempermudah hal apapun yang akan kita lakukan. Jika kita salah, tentu ada yang menegur. Jika kita lalai, tentu yang lain ada yang mengnigatkan. Berbeda dengan ketika kita seorang diri. Ditambah lagi, nuansa atau suasana beraktivitas secara bersama memberikan ‘sesuatu yang berbeda’ yang tidak akan kita rasakan ketika beramal seorang diri.
8. Memperbanyak membaca dan mengupas mengenai keistiqamahan para salafuna shaleh dalam meniti jalan hidupnya, kendatipun berbagai cobaan dan ujian yang sangat berat menimpa mereka. Jusrtru mereka merasakan kenikmatan dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan cobaan tersebut.
9. Memperbanyak berdoa kepada Allah, agar kita semua dianugerahi sifat istiqamah. Karena kendatipun usaha kita, namun jika Allah tidak mengizinkannya, tentulah hal tersebut tidak akan pernah terwujud.
Hikmah Tarbawiyah
Hadits di atas memiliki hikmah tarbawiyah yang patut untuk dicermati dan diajadikan pelajaran bagi aktivis dakwah masa kini. Diantara hikmahnya adalah :
1. Antusias sahabat dalam “menimba ilmu” dari Rasulullah SAW, terutama mengenai hal yang terkait dengan kebahagiaan hakiki di kemudian hari bagi mereka sendiri. Bahkan sahabat tidak segan-segan menggunakan bahasa pertanyaan yang sangat spesifik, yang seolah jawabannya tidak dimiliki oleh siapapun kecuali hanya dari Rasulullah SAW.
2. Jawaban yang diberikan Rasulullah SAW kepada sahabat yang bertanya padanya, merupakan jawaban yang singkat, padat, mudah dimengerti serta tidak menggunakan bahasa yang rumit dan sukar dipahami. Hal ini sekaligus memberikan pelajaran bagi para aktivis dakwah, bahwa hendaknya dalam memberikan arahan kepada audiens dakwah, menggunakan bahasa yang sesuai dengan kadar kemampuan mereka, serta jelas dari segi poin-poinnya.
3. Dari segi isi haditsnya, dapat ditarik satu kesimpulan yaitu bahwa sesungguhnya tidak dapat dipisahkan antara iman dan istiqomah. Karena konsekwensi iman adalah istiqomah. Sedangkan istiqomah merupakan keharusan dari adanya keimanan kepada Allah SWT. Oleh karenanya dalam keseharian, seorang akh cukup dengan hanya penempaan keimanan melalui sarana-sarana tarbiyah dan ia dapat “bagus” di dalamnya, namun hendaknya seorang al-akh juga harus tetap istiqomah kendatipun berada di luar majlis tarbiyahnya. Seperti ketika sedang berbisnis, ia harus “istiqomah” menjaga nilai-nilai tarbawi yang telah didapatnya dalam halaqah, ketika melakukan transaksi bisnis, baik dengan sesama ikhwah maupun dengan pihak lain. Demikian juga dalam aspek-aspek yang lainnya, seperti ketika berpolitik juga harus senantiasa istiqomah dalam implementasinya, kendatipun terdapat perbedaan yang sangat tajam antara lingkungan tarbawi dengan lingkungan siyasi.
4. Namun walau bagaimanapun juga, se-shaleh – shalehnya seorang yang shaleh, ia juga tetap merupakan seorang manusia biasa yang tentunya tidak akan luput dari noda dan dosa. Ketika berinteraksi mengamalkan nilai-nilai tarbawi di “dunia lain”, tentunya banyak lobang menganga yang siap “menelan” langkah-langkah kaki kita. Seperti salah dalam bertindak, sifat emosi dan marah, salah memberikan kebijakan dan lain sebagainya. Namun jika semua kesalahan tersebut “diakui” serta kemudian diperbaiki, maka insya Allah, hal ini merupakan bagian dari istiqamah. Namun sebaliknya, jika kesalahan tersebut semakin menyeretnya pada jurang kemurkaan Allah SWT, maka tentunya ia akan semakin terperosok dalam lembah kenistaan yang mendalam.
5. Istiqomah merupakan satu bentuk “proses pembelajaran” yang harus senantasa dilakukan oleh setiap al-akh. Karena hidup merupakan proses pembelajaran, menuju keridhaan Allah SWT. Dan salah satu ciri dari pembelajaran adalah adanya kekeliruan. Dan dengan kekeliruan inilah, kita berupaya memperbaiki diri. Tanpa kesalahan, tidak akan pernah ada keberhasilan.
6. Istiqomah merupakan bentuk “manajemen” diri yang sangat baik dan disarankan oleh berbagai ahli menejemen. Karena istiqomah adalah implementasi dari “emotional controlling” yang terdapat dalam diri seseorang. Dan paradigma yang populer sekarang ini adalah bahwa kunci keberhasilan yang paling besar adalah dengan control emosi. Seseorang yang memiliki kontrol emosi yang baik, maka prosentase keberhasilannya akan lebih besar, dibandingkan dengan orang yang memiliki kecerdasan intelektual sekalipun.
7. Istiqomah sangat diperlukan, terutama bagi “bekal” dari panjangnya perjalanan dakwah. Ibarat orang yang lari maraton 10 km, maka ia tidak boleh berlari sprint pada 100 m awal, kemudian setelah itu ia kelelahan. Namun bagaimana dengan istiqomah ini, ia dapat lari maraton sejauh apapun, dengan tetap menjaga dan cotrol terhadap kecepatan larinya serta stabil dalam mencapai finish. Wallahu A’lam Bis Shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar